Posted by: retarigan | March 26, 2017

Mengapa Aku Memilih Profesi Menjadi Pendidik?


Mengapa Aku Memilih Profesi Menjadi Pendidik?

Author: Riswan E Tarigan

Pendidik bukan Pengajar 01

Aku tidak pernah membayangkan menjadi pendidik saat ini. Saat di sekolah dasar (SD), aku bercita-cita menjadi militer, karena melihat Upacara HUT RI setiap 17 Agustus di TVRI. Namun, di era itu, karena kakekku dianggap terlibat peristiwa ’65, tidak mungkin bagiku menjadi abdi negara. Demikian juga menjadi PNS, hal yang tidak pernah disarankan orangtuaku. Saat di sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) aku bercita-cita menjadi dokter. Namun, karena merasa tidak cukup mumpuni di bidang Biologi, tidak mungkin bagiku berprofesi dokter. Saat di sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA), aku ingin menjadi insinyur, tepatnya Insinyur Sipil, karena senang melihat gedung tinggi dan saudaraku sudah lebih dulu kuliah di teknik sipil.

Setelah tamat SLTA di tahun 1992, saya mengikuti UMPTN pertama kali dengan pilihan utama Teknik Sipil. Namun, tidak diterima. Sepanjang tahun itu sampai pertengahan tahun 1993, aku mengikuti kursus komputer. Tahun 1993, aku kuliah Ekonomi di Universitas st. Thomas di Medan. Di tahun tersebut, aku mencoba kembali mengikuti UMPTN dengan memilih Pertanian IPB, lagi-lagi tidak diterima. Tahun 1994, aku ikuti satu kali lagi sebagai kesempatan terakhir, dengan pilihan Teknik Sipil Universitas Diponegoro dan Teknik Elektro Politeknik. Pilihan terakhir inilah yang aku dapatkan.

Di tahun 1993, saat kuliah di Fakultas Ekonomi, dengan pengetahuan komputer selama kursus 1 tahun, aku belum memiliki pengalaman mengajar. Namun, keterbatasan tidak memiliki komputer karena orangtua tidak dapat membantu, akhirnya aku mencoba melamar menjadi instruktur agar memiliki kesempatan menggunakan lab komputer. Awalnya aku di tolak. Namun, karena kegigihanku meyakinkan Koordinator pendidikannya, akhirnya aku dipercaya untuk mengajar kelas Operator Komputer tingkat pertama. Itulah pengalamanku mengajar pertama sekali di usia 18 tahun. Peserta-nya sebagian masih di SLTA, ada juga mahasiswa dan mahasiswi. Dikelas berikutnya, aku dipercaya mengajar kelas yang terdiri dari peserta dari DIPENDA Sumatera Utara yang berusia di rentang 40-50 tahun. Di kelas inilah, aku belajar sabar mengajar peserta orangtua yang berusia tinggi. Andaikan mereka masih sehat saat ini, usia mereka sudah 75 tahun. Beberapa minggu yang lalu, aku memiliki peserta pelatihan dengan usia 70 tahun. Doa-ku, semoga mereka tetap sehat sampai saat ini.

Pendidik bukan Pengajar 02

Dalam proses jangka panjang, ketika aku berprofesi di perseroan terbatas, konsultan, lembaga pelatihan, kampus, sambil kuliah, pada akhirnya aku memutuskan memilih profesi menjadi pendidik (dosen). Bagiku, mengajar adalah kegiatan berbagi pengetahuan dan pengalaman. Sukacitaku ketika mampu men-transfer pengalamanku dan peserta atau mahasiswaku mampu mencapai impiannya, melebihi apresiasi yang aku dapatkan.

Mendidik bukan sekadar mengajarkan materi. Namun, lebih jauh bagaimana menginspirasi mereka agar mau dan berminat mengeksplorasi lebih lanjut. Karena, saya pun mengalami hal yang sama, saat Profesor-ku mendidikku.

Pendidik bukan Pengajar 03

Menjadi pendidik memang bukan cita-cita masa kecilku. Tetapi, kini aku menyadari menjadi pendidik adalah profesi yang sangat mulia. Karena mendidik merupakan kegiatan untuk mempersiapkan generasi pemimpin berikutnya bagi negeri ini. Aku hanya ingin dikenang sebagai pendidik bagi peserta atau mahasiswaku. Semoga mereka menjadi pribadi yang unggul dan bermanfaat bagi bangsanya. Kelak, apapun posisi mereka, semoga mereka memiliki integritas dan kejujuran agar mampu menjaga nama baik para pendidiknya.

Pesanku, jadilah pribadi yang jujur dan sederhana. Miliki integritas agar tidak ter-hanyut dalam kompetisi tanpa ujung. Semoga engkau memiliki martabat yang layak untuk dipuji terlepas harta dunia ini.

Semoga!

Tangerang Selatan, 26 Maret 2017

Riset Corporation

–o0o–


Leave a comment

Categories